Sabtu, 22 Januari 2011

Di Kala Cinta Tumbuhkan Asa

DI KALA CINTA TUMBUHKAN ASA
           
Hari pertama masuk ke kelas. Seperti apa ya, wajah anak-anak baruku itu? Bu Kris semakin penasaran. Dilihatnya daftar nama yang baru saja disodorkan Pak Alam,bagian kesiswaan. Wah, jumlahnya sama seperti tahun kemarin, 32 anak! Perlahan-lahan Bu Kris melangkahkan kakinya menuju ke kelas 9F,kelasnya yang baru.
Suasana kelas sangat ramai.Namun, begitu Bu Kris membuka pintu,anak-anak terdiam. Bu Kris memberikan salam dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penghuni kelas. Tampak beberapa bangku yang kosong ditinggalkan penghuninya.
“Dimana penghuni bangku-bangku itu?” tanya Bu Kris.
“Mereka masih berada di kantin, Bu!” jawab beberapa orang serempak.
“Tolong panggilkan mereka ya? Katakan Ibu akan mengadakan pembinaan Wali Kelas,” pinta Bu Kris pada salah satu siswa yang duduk di bangku paling depan,anak itu bernama Doni. Doni segera berlari keluar ruangan kelas untuk menjemput teman-temannya yang masih berada di kantin, tidak jauh dari ruangan kelas. Tetapi, tidak lama kemudian Doni kembali lagi ke kelas sendirian.
“Lho, mana teman-temanmu?” tanya Bu Kris agak heran.   
 “Maaf Bu, mereka masih duduk-duduk di kantin, belum mau ke kelas!” jawab Doni.
“O,begitu ya? Tolong Mbak, gantian kamu yang memanggil mereka. Katakan saya yang menyuruh!” kata Bu Kris kepada Maya.
“Baik, Bu!” sahut Maya sambil bergegas keluar. Namun, Maya pun kembali ke kelas sendirian.
“Maaf Bu, mereka tidak mau masuk ke kelas!” lapor Maya sebelum Bu Kris bertanya. Bu Kris mengernyitkan dahinya, lalu bertanya,”Tidak mau? Apakah kamu sudah menyampaikan pada mereka bahwa saya yang menyuruh mereka masuk?”
“Sudah, Bu, tapi mereka tidak mau…..”jawab Maya. Bu Kris mengangguk, lalu mempersilakan Maya duduk kembali.
     Dengan perasaan agak jengkel, Bu Kris melangkah keluar. Haruskah aku yang mencari mereka? Mengapa sih mereka bandel sekali, dipanggil dua kali tidak mau mengindahkan? Apa mau mereka?Berbagai pertanyaan berputar di benak Bu Kris. Terbayang lagi, anak-anak tahun kemarin, yang baru saja lulus. Tak pernah mereka membuat Bu Kris sesewot ini. Tertib, prestasi bisa diandalkan,mudah diatur , dan seabrek kebaikan yang membuat semua wali kelas iri kepada anak-anak yang didapatkan Bu Kris.Bu Kris menggeleng sendiri, sambil tersenyum masam ditepisnya bayangan itu. Hadapi kenyataan, sebuah generasi takkan pernah terlahir lagi, tetapi akan terus berganti……dan kenyataannya, sekarang, ada lima orang anaknya yang mulai menentangnya, dan dua orang lagi bahkan tidak menampakkan batang hidungnya. Dan itu terjadi di hari pertama masuk ke kelas! Ah, semoga bukan pertanda buruk bagi kelasku, pikir Bu Kris.
            Bu Kris tiba di depan kantin. Terlihat lima orang anak berdiri seperti hendak melarikan diri. Bu Kris berdiri dengan diam, memandang anak-anak yang salah tingkah tak tahu mesti bersikap bagaimana.
“Ayo masuk ke kelas!” perintah Bu Kris sambil menahan rasa kesalnya. Hari pertama yang menjengkelkan…..Kelima anak itu berjalan menuju ke kelas diikuti oleh Bu Kris.
Sesampainya di dalam kelas, Bu Kris menyuruh kelima anak itu untuk berdiri di depan kelas menghadap ke arah teman-temannya.
“Coba kalian lihat teman-teman kalian ini.Ini adalah contoh warga kelas yang tidak mau diatur, tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan pada mereka. Saya tidak ingin ini akan berlanjut sehingga mengganggu tugas dan kedudukan saya sebagai wali kelas kalian selama satu tahun ke depan. Coba kalian berlima, tunjukkan alasan mengapa kalian tidak mau masuk ke kelas, sehingga harus saya sendiri yang datang menjemput?” Tanya Bu Kris.
“Maaf Bu, kami tidak tahu kalau Ibu menyuruh kami masuk,” jawab salah satu diantara mereka.
“Dua orang temanmu yang saya suruh itu belum bisa meyakinkanmu ya,sehingga harus saya sendiri yang menjemput kalian? Ya sudah, sekarang kalian duduk, jangan ulangi lagi kejadian seperti ini!” perintah Bu Kris. Kelima anak itupun segera duduk. Selanjutnya, Bu Kris memandu anak-anaknya untuk membentuk struktur organisasi kelas.
            Kejadian hari pertama masuk ke kelas itu begitu membekas di dalam ingatan Bu Kris. Sempat terlintas sebuah kekecewaan, kenapa kudapatkan mereka sebagai anak-anakku? Rasanya ada sesuatu yang menghampa setelah perpisahan dengan angkatan tahun kemarin, anak-anak yang manis itu…yang slalu kompak dalam suka dan duka…bahkan sebait puisi yang mereka beri masih terngiang di telinga:
            Ibu Kris tercinta,
            Kan slalu kami ukir namamu di sanubari
            Terimakasih atas kebersamaan kita slama ini
            Kami kan slalu mencintaimu…..
Tapi, sudahlah, kemarin adalah masa lalu! Sekali lagi, hadapi kenyataan! Tapi, agak sulit rasanya untuk bisa jatuh cinta lagi, saat awal jumpa sudah dibuat kecewa…Bu Kris harus berjuang sekuat tenaga untuk menumbuhkan cinta, mereka juga berhak untuk dicintai, bagaimanapun keadaan mereka, siapapun mereka, mereka adalah anak-anaknya sekarang, amanah yang diberikan padanya. Bu Kris harus mati-matian menghilangkan bayang-bayang masa lalu, agar bisa menerima dengan ikhlas kehadiran anak-anak itu. Adalah tugas dan kewajibannya untuk mendampingi dan mengantarkan mereka menuju gerbang kesuksesan, pada kelulusan mereka di akhir tahun ajaran nanti…..
            Suatu pagi yang cerah, di bulan ketiga tahun ajaran baru…Bu Kris masuk ke kelasnya di 9F pada jam ke 3-4.
“Assalamu’alaikum , bagaimana kabarnya anak-anak?” sapa Bu Kris sambil tersenyum.
“Baik Bu,” jawab anak-anak serempak.
Ada yang tidak masuk hari ini?”
“Nihil Bu….”
“Sip! Itu yang saya harapkan. Saya yakin kelas kita bisa menjadi kelas terbaik jika kalian selalu menjaga ketertiban. Dan saya juga yakin kelas kita bisa menjadi kelas paling berprestasi jika kalian selalu siap menerima pelajaran dan belajar dengan sungguh-sungguh…”
“Ya, Bu, tapi….kemarin ada yang membolos, Bu,”kata Okta.
“O ya? Siapa?”
“Ariel Bu, kemarin saya lihat dia memakai seragam tetapi tidak sampai di sekolah.”
Bu Kris menatap Okta yang menunduk, entah malu atau jengkel karena dilaporkan.
“Benar begitu Ariel?”
Okta hanya mengangguk pelan. Bu Kris menghela nafas dengan berat. Membolos….masalah klise yang bisa menjadi batu sandungan dalam tugasnya sebagai wali kelas. Juga menjadi virus yang bila dibiarkan akan menyerang anak-anaknya hingga mereka terjangkit penyakit menyepelekan, seenaknya sendiri, tidak menyadari bahwa tindakan mereka itu akan merugikan banyak pihak, bukan hanya diri mereka sendiri. Dan salah satu pihak itu adalah diri Bu Kris sendiri!
“Kalau begitu, nanti kamu temui saya pada jam istirahat ya? Kita harus bicara,” kata Bu Kris akhirnya. Bu Kris memang selalu menyelesaikan permasalahan anak-anaknya secara pribadi. Tak pernah dia mengajak bicara tentang masalah pribadi anak-anaknya di depan kelas. Sebab, siapa sih yang ingin dibuka aibnya di depan umum?

            Begitulah. Waktu terus bergulir, Bu Kris tetap harus berjuang untuk menumbuhkan cinta dan harapannya. Meski masalah demi masalah terus menerpa, itu adalah batu ujian yang harus dihadapinya. Bu Kris yakin, dengan cinta yang dimilikinya, semuanya akan bisa dihadapinya dengan baik. Anak-anak itu, dengan segala macam problema yang dimilikinya, pada dasarnya adalah anak-anak baik yang mempunyai harapan dan cita-cita mulia untuk kehidupan yang cerah dan lebih baik dari orangtua mereka di masa yang akan datang. Hanya saja, beberapa diantara mereka menyikapi permasalahan hidupnya dengan pemikiran yang keliru. Andai aku bisa menyelami pikiran dan perasaannya, akan kubawa mereka semua ke dalam kehidupanku, bahwa selalu ada jalan keluar yang indah dan menyenangkan ketika mereka yakin bahwa ada kekuatan cinta sejati yang akan membuat mereka tentram menjalani hidup ini….begitu pikir Bu Kris ketika merenungi permasalahan hidup yang dihadapi anak-anaknya.
            Inilah hidup yang dijalani oleh Bu Kris. Menurutnya, seorang wali kelas bukan hanya seorang guru yang berwenang mengatur kelasnya saja, tetapi juga seorang ibu yang siap mendidik, memberikan kasih sayang dan perhatiannya. Dia juga harus bisa menjadi teman bagi anak-anaknya di kala mereka membutuhkan tempat untuk berbagi cerita. Dan untuk kelas 9F….rasanya sulit sekali….tetapi Bu Kris yakin, suatu saat semuanya akan terwujud. Biarlah awal-awal bulan ini menjadi ajang perjuangannya untuk menuju kearah sana.                     
            Anak-anak….semoga mereka mau mengerti dan menyadari, bahwa semua yang dilakukannya adalah untuk mengantarkan mereka ke gerbang kesuksesan di masa yang akan datang. Sehingga mereka mau berjuang untuk memperbaiki diri, tidak bersantai-santai lagi, karena tak ada kesuksesan yang bisa datang sendiri tanpa pengorbanan. Semoga mereka juga mengerti, bahwa Bu Kris mulai merasakan cinta yang dimilikinya menumbuhkan harapan…….     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar